Kita hanyalah Wayang...
Friday, 26 December 2008

Wayang disebut sebagai kabudayan adhi luhung. Sebuah kebudayaan yang sarat akan falsafah kehidupan yang luhur. Mulai dari gamelan, bentuk wayang, penokohan, gunungan, lakon, goro-goro dll. Semua mengandung makna yang sangat dalam.


Satu contoh adalah Tokoh Semar. Semar sebenarnya adalah gambaran dunia ini. Perhatikan mimik wajahnya, bibirnya tertawa, tapi matanya meneteskan luh, menangis. Melambangkan
kehidupan ini ada susah, ada bahagia. Semar adalah laki-laki, tapi sosoknya perempuan. Meskipun Semar adalah pelayan bagi bendara-nya, tapi sebenarnya dia adalah seorang dewa. Semar selalu berlakon low profile tapi dia adalah sang pamomong yang sangat peng-pengan tak terkalahkan, bahkan oleh Bethara Guru sekalipun. Masih sangat banyak lagi petuah yang dapat kita petik jika kita mau ‘nguri-uri’ kabudayan adi luhung berupa wayang ini.

Adalah tidak gampang untuk menjadi seorang dhalang. Di masa lalu seorang dhalang kondang perlu melakukan lelaku, tapa brata dan tirakat. Mereka punya ‘lambaran’, yang sanggup mengantisipasi bermacam gangguan. Mereka dituntut tidak ngantuk, tidak pegal-pegal, tidak beser, betah duduk dan suluk yang selalu nyaring semalam suntuk hingga tancep kayon. Dan hebatnya seorang dalang paling tidak harus bisa menyuarakan 30 jenis karakter yang berbeda.

Menakjubkan bahwa di era tradisionil Blencong (lampu penerangan di atas layar) dahulu hanya menggunakan bahan bakar minyak jarak dan jadah sebagai sumbunya, tapi sekarang sudah diganti dengan efek dan tata lampu ratusan watt yang beraneka warna.

Alkisah, dahulu kala Sunan Kalijaga menggelar wayang kulit dengan mensyaratkan syahadat sebagai “karcis” bagi mereka yang ingin menonton. Ini merupakan metode syiar atau penyebaran agama Islam beliau dalam kabudayan Jawi. Yang salah satu karyanya dapat kita lihat dalam tembangnya Lir-Ilir.

Alam dan kehidupan ini adalah bagaikan ‘pakeliran’. Seringkali kita lalai, bahwa kita adalah wayang yang dilakonkan oleh Sang Dalang. Gusti Allah mengatur segalanya, kapan kita dikeluarkan dari kothak, melakonkan kehidupan, kapan harus berperang, kapan dimatikan semua sudah digariskan. Kita sebagai wayang kehidupan tidak bisa menolak. Jika takdir telah menentukan menjadi Durmagati, tidak bisa kita minta supaya jadi sakti dan setampan Harjuna.

Meskipun begitu (jika kita mau) kita bisa ikhtiar dengan maksimal agar setidaknya dapat
mencontoh kebaikannya, budi pekertinya, ilmunya, perilakunya dan pandangan hidupnya. Sebagaimana Togog seorang pelayan di pihak Kurawa selalu ngelingke dan memberi input kebaikan pada ndoro-ndoro kurawanya, tapi tidak pernah digubris. Begitu juga dengan Kumbokarno yang rela gugur bukan membela rajanya yang lalim, tapi karena sangat loyal dan komitmennya dalam membela tanah airnya.

Pandawa yang hanya lima itu adalah lambang kebenaran, dan Kurawa yang seratus (banyak) melambangkan angkara murka, keserakahan, kebatilan. Plesetan istilah “a few good man”, bahwa manusia-manusia pilihan itu tidak banyak jumlahnya, sementara untuk jadi manusia keblinger amatlah mudah dan sangat banyak.

Alangkah bijak jika kita mau mengambil falsafah dari wayang, bahwa kebenaran akan selalu menang, dan yang salah pasti akan kalah. Sudah pakem bahwa jika kita selalu berjalan lurus, kita akan beroleh kemenangan kelak, dan apabila kita melenceng dari aturan, maka kita akan kalah. Tetaplah tersenyum walau dalam tangis, dan tetaplah bersyukur walau aneka ujian datang menerpa. Sura dira jayaningrat, lebur dening pangastuti.

.
posted by Nuga @ 12/26/2008 02:36:00 pm

3 Comments:

  • At 26 December, 2008 19:33 , Anonymous Anonymous said...

    "Wayang Cermin Dunia Kita"
    Kita ibarat wayang yang berjajar rapi didua sisi layar pewayangan, namun kita bukanlah wayang kulit, kita adalah wayang peradaban, yang dibekali akal pikiran agar tidak seperti wayang kulit yang digerakkan manusia (dalang).

    Dalang kita adalah Maha Dalang, dan kita menjadi maha wayang, jika manusia-dalang hanya mampu menjadi dalang semalam suntuk, namun Allah menjadi dalang sepanjang masa.

    Ingatlah bahwa wayang tak akan mampu melawan dalang, sebesar apapun bentuk wayang, atau sekuat apapun gatotkaca, begitu pula aktor tak akan mampu melawan sutradara, bahkan melanggar aturan sutradara bisa kena sangsi dan tidak diberi gaji, begitu pula melawan Allah bisa mendapat sangsi abadi. Marilah kita berbuat baik yang sepenuhnya, jangan hanya untuk memburu nafsu duniawi semata. Bukankah Allah Sang Maha sutradara sangat adil, kaya dan bijaksana, jika kita ikuti aturannya tentunya Dia menepati janji-Nya. Sing Becik ketitik sing olo ketoro..Maaf Nuga komen nya terlalu panjang...

     
  • At 26 December, 2008 21:45 , Anonymous Anonymous said...

    Mencoba belajar Filosofi Wayang,

    Wayang konon merupakan bentuk cerminan manusia, dan setiap wayang punya sifat dan sikap yang berbeda-beda, ada yang baik ada juga yang jahat jumlah dua kubu itu seimbang, beditu juga dengan manusia. Namun wayang yang akan berperang dimedan laga hanyalah wayang-wayang pilihan yang telah dipilih oleh sang dalang dan di letakkan dikotak yang dekat dengan dalang.

    Disini saya tertarik dengan kalimat ini:

    "Sura dirajayaningrat, lebur dening pangastuti"

    Manusia dituntut supaya bijak dalam menyikapi amarah dan kebencian, karena kemarahan dan kebencian akan terhapus/hilang oleh sikap lemah lembut..

    Sebuah pembelajaran yang bagus...

     
  • At 27 December, 2008 17:50 , Anonymous Anonymous said...

    Bicara soal wayang, waktu kecil saya pernah diajak nonton wayang tetapi hanya pada saat cerita "goro-goro"

    Yang dalam maknanya adalah banyaknya kekacauan dimuka bumi ini yang secara simbolik kemunculan Semar dan punokawan meredakan kekacauan tersebut.

    "Semar berasal dari kata samar.
    yang diterjemahkan sebagai simbol kesederhanaan dari rakyat jelata, dikarenakan kehidupannya sebagai Lurah.

    Tokoh Semar selalu berada diantara rakyat kecil dan kesederhanaannya telah membawa kepada sifat kearifan dalam menghadapi masalah.

    Kita bsa mengambil teladan dari kehidupan para punakawan dalam cerita wayang... Bagus sekali Nuga...

     

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home

 
My Photo
Name:
Location: Semarang, Jawa Tengah, Indonesia

I'm just an ordinary person

Previous Posts
Silahkan Di ISI



  • Status : NuGa
    Visit the Site
    My Link Banner



    eXTReMe Tracker



    Youahie