MUSHOLA "BABAT ALAS" As-Shidiq
Tuesday, 3 June 2008
Kisah ini kutulis pada th. 2005
Seorang mantan rewang (pembantu) di keluarga kami sebut saja Mustofa asal dari desa G. Seorang pemuda yang fasih baca dan tulis Al-Quran, ringan tangan, sholeh dan taat dalam agama. Dia menikah dengan seorang gadis yang juga mantan rewang di keluarga kami asal dari desa B. Sebagaimana asal usul keluarga kami sebagian besar juga dari sana.
Seperti diketahui di desa tersebut masih menganut adat yang bertentangan dengan ajaran Agama Islam. Masyarakat masih menganut kepercayaan gugon tuhon. Yaitu kepercayaan yang di luar nalar dan logika kita. Desa mawa cara negara mawa tata, begitulah adanya.
Contohnya dalam setiap acara baik itu manten, kelahiran, kematian dan apapun, tidak pernah tidak selalu diisi dengan acara melek-melek dimana KEPLEK menjadi acara utamanya.
Alkisah, saat acara kematian, setelah modin mendoakan dan hadirin mengamini, hingga selesai maka mereka tata-tata, tikar digelar kartu disiapkan. Tuan rumah tentu saja akan menyiapkan segala sajian kopi, teh, kacang, jajan pasar, dll.
Tentu saja mereka juga butuh penghangat badan, seperti minuman keras, dengan “surungan” kacang. Ini sebuah logika yang keliru, kenapa air disurung dengan kacang, Bukankah kalau kita 'kesereten' (susah menelan makanan) kita harus minum ? sungguh dunia ini sudah terbalik rupanya.
Disamping jenazah yang seharusnya butuh doa bacaan ayat-ayat suci, Yasin, tahlil dll. Tapi yang dia dapat adalah keriuhan, obrolan, dan kadang umpatan para gambler ini. Setahu saya mereka enggan jika ada perhelatan tidak disertai melek-melek seperti itu.
Contoh lain suatu malam ada seorang yang sakit panas yang menurut mereka terkena gangguan roh. Maka orang yang mengobati memerintahkan beberapa pemuda untuk ke kuburan guna mengambil lumut yang tumbuh menempel di pathok/nisan salah satu makam. Sebagai campuran ramuan obat yang hendak diminumkan kepada si sakit. Itulah beberapa contoh, sebagian dari banyak hal yang diluar logika.
Mustofa setelah menikah tinggal di tempat istrinya. Demi melihat keadaan desa ini, tergerak hatinya untuk berusaha menanamkan ajaran-ajaran Islami kepada siapapun yang mau. Tentu tidak dengan mudah mengajak orang-orang agar mau meninggalkan hal-hal yang bertentangan tersebut.
Karena dia sendiri juga bukan golongan orang yang berada, yang semua bisa dia beli dengan uang. Hanya dengan ketulusan hati dan niat baik, sedikit-demi sedikit berusaha mengikisnya. Prinsipnya orang-orang tua boleh tidak bisa dipegang, tapi paling tidak anak-anaknya harus bisa diarahkan. Generasi mendatang, anak-anak dan pemudanya tidak boleh ikut hanyut dengan kebiasaan yang keliru.
Dimulai dari mencari teman yang sepaham, mengajak anaknya untuk diajari Baca tulis Al-Quran. satu dua orang. Lalu sedikit-demi sedikit mengumpulkan uang dan menghimpun dana guna membeli pengeras suara. Triknya, beberapa orang anak bergantian membaca surat-surat dalam Al-Quran dengan pengeras suara agar terdengar sampai jauh dan menarik perhatian anak-anak lain. Lambat laun usahanya membuahkan hasil, walaupun tidak banyak beberapa anak mulai bergabung.
Mustofa setelah menikah tinggal di tempat istrinya. Demi melihat keadaan desa ini, tergerak hatinya untuk berusaha menanamkan ajaran-ajaran Islami kepada siapapun yang mau. Tentu tidak dengan mudah mengajak orang-orang agar mau meninggalkan hal-hal yang bertentangan tersebut.
Karena dia sendiri juga bukan golongan orang yang berada, yang semua bisa dia beli dengan uang. Hanya dengan ketulusan hati dan niat baik, sedikit-demi sedikit berusaha mengikisnya. Prinsipnya orang-orang tua boleh tidak bisa dipegang, tapi paling tidak anak-anaknya harus bisa diarahkan. Generasi mendatang, anak-anak dan pemudanya tidak boleh ikut hanyut dengan kebiasaan yang keliru.
Dimulai dari mencari teman yang sepaham, mengajak anaknya untuk diajari Baca tulis Al-Quran. satu dua orang. Lalu sedikit-demi sedikit mengumpulkan uang dan menghimpun dana guna membeli pengeras suara. Triknya, beberapa orang anak bergantian membaca surat-surat dalam Al-Quran dengan pengeras suara agar terdengar sampai jauh dan menarik perhatian anak-anak lain. Lambat laun usahanya membuahkan hasil, walaupun tidak banyak beberapa anak mulai bergabung.
Dalam rapat-rapat desa juga mulai diusulkan pembuatan Mushola sekaligus sebagai TPA nantinya. Setelah disepakati mulai dicari donatur. Alhamdulillah dana mulai terkumpul sedikit-demi sedikit. Bahkan seorang yang tergerak hatinya rela menghibahkan tanahnya untuk didirikan Mushola tersebut.
Dari kabarnya sekarang sudah dikeramik dengan tenaga sukarela penduduk sekitar yang mengerjakannya selepas bekerja. Tetangga desa juga sudah mulai melirik guna mengajarkan anak-anaknya. Hingga kini semua masih dalam taraf menarik perhatian masyarakat, dengan tanpa menarik biaya alias gratis.
Alkisah sebelumnya digunakan jerami sebagai lantai dan ditutupi tikar. Sehingga jika waktu sujud dalam sholat sering terdengar 'kretek-kretek-kretek' suara serangga makan jerami.
Meskipun masih kecil yang dia hasilkan tapi dia merasa bersyukur dan lega karena yang dia cita-citakan minimal sudah terwujud. Kisah ini diceritakan sendiri oleh yang bersangkutan, tergugah hati saya demi melihat hal ini. Kami yang notabene keturunan dari tempat itu tidak sanggup berbuat apa-apa. Sehingga orang lain yang datang dengan ketulusan dan kegigihan rela meninggalkan pekerjaan dan menomorsekiankan keluarganya. rela melakukan babat alas demi perbaikan di tanah leluhur kami.
Semoga kehidupannya menjadi lebih baik dan semoga Allah memuliakan, melimpahkan berkah dan rahmat kepadanya. Amin.
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home